Wednesday, June 27, 2007

BEREBUT KUASA DI JALAN RAYA

Perebutan wewenang siapa yang paling berhak menilang kendaraan antara Polisi dan Dishub (Dinas Perhubungan) kembali mengemuka.Hal ini dipicu dengan adannya kasus penilangan yang dilakukan aparat Dishub terhadap kendaraan pribadi yang melintasi jalur Bus Way di Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Pusat , Senin 25 Juni lalu.
Bahkan penilangan yang dilakukan aparat Dishub itu malah menimbulkan insiden perusakan dan pembakaran mobil dinas Dishub oleh masyarakat yang emosi karena merasa kesal atas ulah aparat Dishub atas penilangan yang dilakukan. Massa yang tersulut emosi hingga menyebabkan tindakan anarkis berdalih masuk jalur Bus Way atas izin polisi dan penilangan kendaraan pribadi bukannlah kewenangan aparat Dishub. Sementara aparat Dishub merasa dibekali dengan peraturan derah yang membolehkan mereka melakukan penilangan di jalur Bus Way.
Polisi bertindak cekatan dengan menahan 3 aparat Dishub yang terlibat kasus penilangan di jalur Bus way karena mereka dianggap melanggar UU karena melakukan penilangan yang bukan kewenangannnya.
Akhirnya kasus ini kembali membuka perseteruan antara aparat negara akan siapa yang paling berhak atas penilangan di jalan raya. Polisi dan Dishub merasa mempunyai kewenangan atas tindakan penilangan. Sepertinya UU lalu lintas mempunyai multi tafsir hingga menyebabkan tumpang tindihnya kewenangan tersebut. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka masyarakatlah yang akan menjadi korban, karena ketidak pastian akan kewenangan di jalan raya. Jika Aparat saja masih belum satu kata dalam pelaksanaan UU Lalu Lintas, bagaimana dengan masyarakat nya?.
Kenapa penilangan menjadi menarik untuk diperebutkan?. Penilangan adalah tindakan atas pelanggaran yang dilakukan pengendara di jalan raya. Sangsi nya berupa pembayaran denda berupa uang. Nantinnya uang hasil tilang itu masuk ke kas negara, namun praktiknya dilapangan banyak terjadi penyelewengan pada praktik penilangan. Yang paling akrab dengan kita adalah istilah 'uang damai". Nah tampaknya memang faktor uang lah yang menjadi isue utama akan perebutan kewenangan ini. Siapa yang mempunyai kewenangan menilang berarti akan mendapatkan kesempatan mendapatkan uang. Kesempatan berbuat curang, kesempatan melakukan pungutan liar, kesempatan mendapatkan keuntungan pribadi atas nama undang-undang.
Prittttttttttttt....!!!
Ternyata pluit banyak punya arti. Pluit tanda pengaturan, pluit tanda pelanggaran. Tidak hanya itu, membunyikan pluit ada aturannya, membunyikan pluit di jalan juga ada kewenangannyaPrittt..prittt.

Read More......

Tuesday, June 26, 2007

SBY TURUN KE LUMPUR

Kehadiran SBY di Sidoarjo, Senin kemarin untuk memantau perkembangan lumpur Sidoarjo cukup manarik untuk diikuti dan dikritisi. Bahkan Presiden SBY pun "ngantor" di Sidoarjo malah sempat melakukan Sidang Kabinet Terbatas dengan beberapa menteri dan pemerintah setempat. Kunjungan SBY ini bagian dari tindak lanjut pertemuan antara para perwakilan korban lumpur Lapindo di kediaman SBY di Puri Cikeas pada Minggu 24 Juni lalu. Kabarnya Presiden SBY sempat meneteskan air matannya saat mendengar pemaparan para perwakilan korban Lumpur Lapindo. Simpati yang manusiawi telah ditunjukan Presiden SBY dihadapan rakyatnya. Sampai hari ini Presiden masih berada di Sidoarjo untuk memantau langsung situasi terakhir "lautan" Lumpur Lapindo
Namun kehadiran Presiden SBY di Sidoarjo juga layak untuk dikritisi, karena belakanngan ini santer tentang wacana interplasi dari anggota dewan tentang Lumpur Lapindo. Apakah kunjungan ini untuk menetlasir wacana interplasi?. Selain itu kunjungan SBY kali ini juga dinilai beberapa kalangan tidak efektif dan tidak mempunyai agenda kerja yang jelas. Toh semua kebijakan presiden tentang penaganan Lumpur Sidoarjo sudah tertuang dalam Instruksi Presiden yang telah diterbitkan. Justru para pembantu presidenlah yang harus "gesit" menangani masalah ini. Sepertinya para menteri terkait justru berlindung di ketiak presiden dalam masalah Lumpur Sidoarjo. Tidak bisa dipungkiri Lumpur Lapindo membawa persoalan yang berimplikasi sangat luas, baik sosial ekonomi juga politik. Perlu digaris bawahi nampaknya masalah lumpur ini telah diseret kelembah politik. Apalagi dengan semakin dekatnya Pemilu 2009. Para menteri yang notabene adalah representasi dari Parpol tentu akan sangat hati-hati untuk melangkah dalam penyelesaian lumpur di Sidoarjo, karena jika mereka sampai "tercemplung" masalah lumpur panas ini, akan berakibat pencitraan yang tidak baik pada Pemilu nanti.
Mudah-mudahan kunjungan Presiden SBY di Sidoarjo dapat segera mengkongkritkan tindakan pemerintah untuk menanggulangi segala aspek yang diakibatkan dari luapan lumpur panas Lapindo. Lagi-lagi masyarakat para korban lumpurlah yang paling menderita akan musibah ini. Mereka hanya berharap pemerintah segera membantu penyelesaian ganti-rugi atas lahan dan harta yang hilang atas musibah ini. Karena janji telah terucap baik dari mulut pengusaha pengelola Lapindo dan diamini pemerintah. Hari-hari panjang penuh penderitaan telah dilalui warga korban Lumpur Lapindo. Segeralah akhiri penderitaan rakyat. Penderitaan dan kesengsaraan yang makin berkepanjangan bisa menjadi bibit kerawanan sosial yang makin menambah persoalan.

Read More......

Monday, June 25, 2007

REFLEKSI HUT KOTA JAKARTA KE 480

22 Juni, adalah ulang tahun kelahiran Kota Jakarta. Tahun ini usia Kota Jakarta genap 480 tahun. Pesta meriah pun telah dilaksankan di lapangan Monas sebagai simbolis perayaan ulang tahun Kota Jakarta oleh Pemda DKI. Gubernur baru mungkin menjadi kado spesial yang akan diterima warga Jakarta.Mudah-mudahan kado ini berguna dan membawa kebaikan dan perubahan yang berarti pada para penghuni kota Jakarta. Sedikit kembali ke sejarah tentang terbentuknya Kota Jakarta. Menurut Ridwan Saidi, budayawan Betawi, pada tanggal 22 juni pada abad ke 16 ada peristiwa yang mengerikan yakni 3000 rumah orang betawi yang berada dipingir laut di bakar pasukan Fatahillah, akibatnya ribuan orang betawi mengungsi. Hati saya perih, bagaimana mau senang? Apa yang mau kita rayain, ujar Ridwan Saidi (dikutip dari Kompas Sabtu 23 Juni 2007).
Menarik apa yang dikatakan Ridwan Saidi, ternyata tanggal 22 Juni yang dipakai sebagai hari jadi Kota Jakarta adalah hari penuh duka. Bukan bermaksud untuk mempercayai hal-hal diluar logika hingga timbul prasangka ”jangan-jangan kondisi Jakarta yang carut marut karena salah memilih tanggal kelahiran kota” Ah itu hanya prasangaka yang tak mendasar.
Kembali ke kondisi sekarang, Jakarta sebagai Kota Megapolitan dimana terdapat jutaan orang hidup di dalam nya tentu syarat akan kompleksitas masalah. Apalagi Jakarta juga menjadi Ibu Kota negara yang menjadikan Jakarta sebagai cermin Indonesia di dalam maupun luar negeri. Melulu kesehariannya Jakarta masih berputar pada persoalan klasik yang sampai sekarang masih jauh dari penyelesaian. Macet, banjir, polusi, adalah keseharian yang menjadi pemandangan Jakarta. Belum lagi masalah-masalah sosial, ekonomi, bahkan pergeseran moral dan etika pun telah menyatu dengan irama kehidupan di Jakarta.
Sesungguhnya persoalan pastilah dijumpai dikota manapun di dunia, tetapi tentunya ada harapan untuk penyelesaian persoalan tersebut.
Nampaknya di Jakarta solusi dan pemecahan persolan masih belum menunjukan tanda-tanda berakhir. Kita warga Jakarta tidak akan pernah tau kapan Jakarta terbebas dari macet, terbebas dari banjir, terbebas dari polusi, terbebas dari masalah sosial dan ekonomi. Tidak nyaman rasannya hidup tanpa kepastian seperti sekarang ini.
Ya..memang melihat Indonesia cukup dengan melihat Jakarta. Jika Jakarta terbebas dari kemiskinan, pasti Indonesia akan menghapus kata” miskin” dalam kamus track record nya. Karena nyatannya di ”jantung” Negara Indonesia masih banyak rakyatnnya yang masih bertanya ”masih bisa makan kah kita esok hari?”...

Read More......

Wednesday, June 20, 2007

LINDUNGI BURUH MIGRAN

Tindakan kekerasan memang sangat akrab dengan para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Migran Care menyebutkan sepanjang 2007 saja sudah terjadi 28 TKI yang mengalami tindakan kekerasan.Yang menyedihkan sepanjang 2007 ini sudah tercatat 61 TKI meninggal dunia(metrotvnews.com). Selain karena sakit normal, kekerasan fisik juga diindikasikan menyebabkan sakit yang berakibat kematian.
Kekerasan yang dialami TKI di luar negeri kebanyakan terjadi pada TKI wanita. Karena posisi mereka yang umumnya sebagai pembantu rumah tangga hingga kemungkinan benturan kepentingan dan konflik rumah tangga sangat dekat dengan para TKI wanita ini. Selain kekerasan, pelecehan seksual juga sering dialami TKI wanita. Migran Care mencatat, kasus kekerasan terhadap TKI yang bekerja Arab Saudi dan Malaysia.
Pemerintah seharusnya berperan aktif dalam pengikatan hukum internasional dalam kebijakan penempatan buruh migran di negara yang banyak terdapat kasus kekerasan terhadap TKI.
Depnakertrans RI yang menjadi tumpuan harapan bagi para TKI pun kadang hanya berkutat pada peraturan-peraturan dan kebijakan yang malah memberatkan TKI. Seharusnya lembaga inilah yang berada di garda depan memperjuangkan nasib TKI. Selain Depnakerstrans, Indonesia juga telah mempunyai lembaga BNPPTKI ( Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) yang seharusnya aktif mengawasi para TKI di perantauan. Dinegara tetangga Philipina, lembaga sejenis BNPPTKI yakni POEA (Philipines Overseas Employment Agency) mencaji contoh yang baik untuk dijadikan refrensi dalam menangani warga negarannya yang menjadi pekerja di luar negeri.
Sungguh perkara yang tidak mudah untuk menekan angka ini. Jangankan di negara lain, kejadian kekerasan terhadap pembantu rumah tangga malah sering juga terjadi di tanah air.

Perlunya perlindungan hukum akan profesi pembantu rumah tangga, dan aturan ketenaga kerjaan yang juga harus menyentuh pada profesi pembantu rumah tangga diharapkan mampu menekan perlakuan tidak manusiawi terhadap mereka.

Read More......

Tuesday, June 19, 2007

SUTIYOSO TEBAR PESONA?

Diakhir masa jabatannya, Gubernur Sutiyoso nampaknya sangat pro kepada warganya.Banyak tindak tanduk dan kebijakannnya yang layak diacungi jempol. Yang terakhir adalah dengan tegas Sutiyoso menolak menandatangani kenaikan tarif PAM jika pelayanan nya masih buruk. Wow sungguh mulia tindakan tersebut. Saat merebaknya sengketa tanah di Meruya, Sutiyoso berada dibarisan depan untuk "pasang badan" jika sampai lahan di Meruya digusur. Juga Sutiyoso menunjukan sikap "Good Guys" terhadap warga korban lumpur Sidoarjo yang berunjuk rasa di Jakarta beberapa waktu lalu. Itu adalah sekelumit aksi Sutiyoso menjelang lengsernya dari "kursi empuk" Jakarta 1.
Malah Sutiyoso mendapat ekspose media yang positif saat "Insiden Sidney" yang melibatkan dirinya menambah citra baik akan dirinya diakhir masa jabatan.
Sesungguhnya sikap baik harus juga direspon positif, namun yang menjadi aneh kenapa perubahan yang signifikan dengan keberfihakannnya kepada warga justru mengental di akhir masa jabatan. Apakah ini hanya sekedar "tebar pesona" untuk kepentingan yang lebih besar?.
Memang telah banyak hal yang dilakukan Sutiyoso untuk Jakarta tetapi banyak juga program dan kebijakanj nya yang dilakukan melukai warga Jakarta. Yang jelas Sutiyoso telah menikmati tahta memimpin Jakarta untuk 2 periode. Bahkan Sutiyoso memegang record menggawangi Ibu Kota dengan 5 presiden yang berbeda.
Dimasa menjelang Pilkada DKI dimana Wakil Gubernur Fauzi Bowo menjadi kontestan pada pesta demokrasi warga Jakarta, tentunya sikap "baik" Sutiyoso kali ini bisa dijadikan dapat di garis bawahi. Apakah ada korelasinya dengan kampanye sang wakil nya. Mudah-mudahan tidak. Mungkin Gubernur Sutiyoso sudah makin dewasa untuk menjadi pemimpin. Sejatinya Pemimpin haruslah berpihak kepada rakyatnya.
Terimakasih Bang Yos dengan apa yang telah Bang Yos berikan kepada Jakarta. Yang Pasti warga Jakarta sudah punya penilaian sendiri atas prestasi Bang Yos selama memimpin Jakarta.

Read More......

Monday, June 18, 2007

AKSI "SPIDERMAN" CERIYATI


Foto by Reuters via Yahoo.com
Diselamatkan:Ceriyati berhasil diselamatkan petugas pemadam kebakaran setelah nekat kabur dari Kondominium Tamarind Lantai 15, Malaysia, Sabtu 17 Juni 2007.

Kabar memilukan nasib pahlawan devisa TKI yang mengadu ringgit di Malaysia kembali terdengar. Ceriyati (34), TKI asal Bresbes nyaris merenggang nyawa karena nekat kabur dari Kondominium Tamarind lantai 15 tempatnya bekerja sebagai pembantu , Sabtu 17 Juni lalu. Dengan menyambungkan dan melilitkan pakaian, Selimut, gorden yang digunakannya sebagai tali Ceriyati keluar dari lantai 15 lewat jendela. Ketika Ia bergantungan diluar lantai 12 kenekatan ceriayati berakhir karena mendapatkan pertolongan petugas pemadam kebakaran Malaysia setelah penghuni kondominium melaporkan kenekatan Ceriyati itu. Untung saja Ceriyati dapat diselamatkan. Jika tidak kematian sia-sia yang akan ia dapatkan.
Tindakan Ceriyati tentu bukan tanpa alasan. Siksaan, pengekangan, sampai hilangnya hak azazi untuk beribadah yang melatarbelakangi aksi "Spiderman" Ceriyati ini. Pengakuan Ceriyati ini dilansir News Strait Times Malaysia edisi Minggu 18 Juni 2007 yang dikutip detik.com.
Kejadian Ceriyati harusnya mendapat perhatian exstra dari pemerintah untuk memberikan kontribusi nyata berupa perlindungan dan pengawasan akan keberadaan para TKI di Malaysia ataupun di negara lainnya. Terlepas dari kenekatan yang "salah" dilakukan Ceriyati, tetap saja kejadian yang menimpa nya adalah tragedi kemanusiaan yang memilukan. Seorang anak manusia yang mencoba bertahan hidup dengan menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang mendapatkan perlakuan yang tidak berprikemanusiaan. Bukan hal ini yang di impikan Ceriyati. Dimimpinya pastilah membawa genggaman ringgit untuk dibawannya ke Indonesia yang akan digunakann menafkahi keluarganya dan memperbaiki taraf hidupnya. Sungguh perjuangan yang layak diberi apresiasi.
Tentu kisah Ceriyati bukan yang pertama, mungkin sudah ratusan bahkan ribuan cerita seperti ini tersiar. Malah yang lebih memilukan dari kisah-kisah itu, nyawa para TKI pun kadang jadi taruhannnya. Namun anehnya selalu dan selalu terulang kisah tragedi seperti ini. Semakin aneh juga ternyta masih banyak masyarakat Indonesia yang berminat mengadu nasib di negeri orang dengan menjadi TKI?...
Jika lapangan pekerjaan di negeri sendiri bisa mumpuni, bisa menjadi andalan untuk bertahan hidup ditengah badai krisis seperti sekarang ini, pasti takan ada cerita duka dari TKI di negeri orang, karena telah hilang minat untuk merantau mencari rezeki di luar negeri.

Read More......

Friday, June 15, 2007

"UANG SETORAN " DI AJANG PILKADA

Setelah munculnya 2 kandidat calon gubernur pada Pilkada DKI, berarti makin dekat pula pesta demokrasi di wilayah DKI akan terlaksana. Wacana calon independent dari luar Parpol masih terus didengungkan sambil menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi. Kemungkinan calon independent pada Pilkada yang akan berlangsung 8 Agustus 2007 nanti bakal tak kesampaian, dikarenakan keterlambatan mengankat wacana ini.
Setelah dinyatakan lulus seleksi, kedua pasangan Cawagub yakni Adang - Dhani yang digawangi PKS dan Fauzi-Prijanto yang dimotori Koalisi Jakarta yang merupakan koalisi beberapa Parpol sudah mulai lebih agresif melakukan pendekatan kepada warga DKI dengan metode kampanye "terselubung". dikarenakan belum tiba masa kampanye. Namun dalam kampanye curi mencuri start tampaknya pemandangan lumrah yang dilakukan oleh para kontestan.
Tentu para tim sukses dari kedua pasangan Cawagub ini sedang sibuk memaksimalkan strategi kampanye sementara para Cawagub yang gagal menjadi kontestan pada Pilkada DKI juga tengah sibuk untuk menagih uang yang telah dikeluarkan yang telah mereka setorkan pada Parpol sebagai "uang setoran" untuk memasukan nama mereka pada bursa Cawagub. Sinyalemen "uang setoran" ke Parpol untuk mendaftarkan diri sebagai Cawagub kini tengah ramai diberitakan oleh media. Hal ini tentunya bukan sekedar isapan jempol belaka, karena telah meluncur pengakuan akan "uang setoran" ini dari beberapa orang yang sebelumnya ramai mengisi bursa nama-nama Cawagub yang dihembuskan Parpol.
Sejumlah pensiunan jenderal yang namannya sempat beredar dibursa Cawagub mengiyakan adannya sejumlah "setoran" kepada Parpol.
Jumlah setoran kepada Parpol itu konon bisa mencapai miliaran rupiah. Tentu Parpol membantah akan sinyalemen uang " setoran". Rasannya rakyat yang menonton drama Pilkada ini pasti sudah mempunyai jawaban untuk mempercayai atau tidak akan hal ini.
Ajang Pilkada DKI tentu sangat relevan dengan pribahasa " Jika ingin mendapat ikan besar,umpannyapun harus besar. Untuk mendapatkan posisi orang nomer 1 di Jakarta harus mengeluarkan uang yang besar untuk memuluskan langkah menuju "kursi empuk" .
Tertawa..ya hanya tertawa yang bisa kita lakukan sebagai penonton pertarungan politik yang tidak sehat ini. Yang menjadi pertanyaan apakah jika mereka para nama yang sebelumnya masuk dalam bursa Pilkada itu akhirnya menjadi Cawagub dan bisa mengikuti Pilkada, mereka akan teriak-teriak untuk mengungkapkan bahwa mereka telah mengeluarkan "uang setoran"? Rasa nya hal tersebut sangat tak mungkin dilakukan...
"Sudah jatuh tertimpa tangga" inilah pribahasa yang tepat untuk mengambarkan orang-orang yang namanya sempat beredar pada bursa Cawagub DKI. Sudah tak terpilih menjadi Cawagub, Uang miliaran pun ludes des des...hehehe.

Read More......

Thursday, June 14, 2007

KAPITALIS YANG TAK NASIONALIS

Aneh di negeri yang mempunyai produksi kelapa sawit nomor 2 terbesar di dunia setelah Malaysia, ternyata harga minyak goreng nya mahal dan malah terkadang keberadaan minyak goreng hilang dipasaran. Aneh!!!!
Indonesia mempunyai produksi kelapa sawit sebesar 13 juta ton pertahunnnya. Sedangkan untuk memenuhi pasar dalam negeri hanya dibutuhkan 3 juta ton saja. Dari data ini harusnya minyak goreng menjadi murah atau paling tidak selalu tersedia dipasar.Karena kebutuhan dalam negeri hanya ¼ dari jumlah kemampuan produksi. Pastilah ada yang “tidak beres” jika harga minyak goreng bisa membumbung tinggi. Sekarang ini. Harga minyak goreng curah dengan kualitas rendah yang beredar di pasaran sejak Mai-Juni 2007 sekitar Rp 9500 – Rp 10.000/ kg . Harga normalnya berkisar Rp 6500 – Rp 7000. Yang membuat geram adalah sudah harga nya naik signifikan, ketersedian dipasaranpun cukup langka.
Seperti biasa pemerintah melakukan langkah-langkah standar dalam menyingkapi hal ini. Operasi pasar menjadi senjata andalan . Namun lagi-lagi metode dan mekanisme pelaksanaan operasi pasar yang melulu itu-itu saja ternyata gagal menekan harga. Malah menimbulkan tanya apakah pemerintah kehabisan cara untuk menekan harga.
Antrian panjang masyarakat yang membutuhkan minyak goreng selalu mewarnai setiap operasi pasar yang digelar. Potret suram nasib rakyat tergambar jelas dalam gurat wajah dan peluh kaum ibu yang mengantri membeli minyak.
Kelangkaan ini menurut para pengamat ekonomi dipicu dengan kenaikan harga jual minyak sawit dipasar internasional. Inilah yang mendorong para pengusaha lebih memilih menjual kelapa sawit kepasar internasional. Kalau hal ini benar sungguh mental kapitalisme yang tidak nasionalis dipertontonkan dengan amat nyata para pengusaha. Padahal para pengusaha itu bisa menikmati kekayaan dan keberhasilannya selama ini tak lepas dari subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Tentu saja uang subsidi dipungut dari pajak masyarakat. Sungguh biadab tindakan tersubut!!
Dari paradigma hukum ekonomi tindakan pengusaha yang menjual minyak sawit ke pasar internasional tidak lah salah , karena harga yang ditawarkan lebih baik yang menyebabkan margin menjadi tinggi. Lagi-lagi apakah melulu hanya demi margin tinggi jadi kehilangan nurani. Sementara jutaan penghuni Bumi Indonesia mengantri untuk mendapatkan minyak goreng. Mungkin saja pada antrian itu ada diantara mereka yang mempunyai pertalian darah dari para pengusaha itu, malah siapa tau ada para ibu mereka yang juga kesulitan mendapatkan minyak goreng…..
Lagi pemerintah gagal menjamin kelayakan hidup masyarakat. Jangankan untuk menciptakan kesejahteraan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja pemerintah tidak mampu.
Dan rakyatlah yang kembali menderita…
Dan kesabaran senantiasa menjadi kekuatan yang sangat mahal hargannya….

Read More......

Thursday, June 7, 2007

"KUDA HITAM" DI PILKADA DKI

Hari ini Kamis 07 Jini 2007 adalah hari terakhir pendaftaran para calon gubernur yang diusung oleh Parpol untuk bertarung pada Pilkada DKI. Intrik dan manuver politik kentara sekali mewarnai aktivitas politik menjelang berakhirnya masa pendaftaran yang akan ditutup pada jam 24.00 WIB nanti malam. Pasangan Cagub dan Cawagub telah mendaftarkan diri ke KPUD adalah Fauzi Bowo-Prijanto yang diusung beberapa Parpol yang tergabung dalam Koalisi Jakarta, Sedangkan pasangan Adang Dorodjatun- Dani Anwar yang digawangi PKS sampai sore ini belum mendaftar. Begitupun dengan pasangan yang baru muncul Agum Gumelar- Didik J Rachbini yang diusung PKB juga masih belum mendaftar. Tampaknya menjelang detik-detik terakhir masa penutupan pendaptaran para Tim Sukses masing-masing calon gubernur ini masih saling intip kekuatan lawannya.
Yang tak kalah menariknya adalah makin mengerucutnya wacana calon independent diluar Parpol sebagai alternatif calon gubernur. Jika dalam putusan Mahkamah Konstitusi calon independent dalam Pilkada DKI diperbolehkan tentu peta politik akan semakin terbuka dan masyarakat akan semakin mempunyai banyak pilihan untuk menentukan siapa yang akan mengisi orang nomer satu di Ibu Kota. Para kandidat independent pun tengah bersiap diri untuk maju diantaranya pasangan Sarwono-Jefry Geovanie yang memutuskan menjadi calon independent setelah ditelikung Parpol yang sebelumnya mencalonkan pasangan ini. Ada juga nama pasangan Faisal Basri - Rano Karno.
Wacana calon independent inilah yang membuat kubu Cagub dari Parpol menjadi gelisah. Karena calon independent ini bisa menjadi "kuda hitam" saat Pilkada nanti.
Janji tinggal janji tampaknya inilah potret politik yang terpampang di mata masyarakat Jakarta menjelang kampanye Pilkada. Banyak janji, banyak memberi mimpi, banyak memberi harapan tetapi nyatannya banyak mengingkari, banyak mengelabui, banyak menyakiti inilah faktannya.
Masyarakat Jakarta yang kenyang akan janji manis para polistisi yang kebanyakan berasal dari Parpol pastilah dapat tergoda dengan calon independent. Atau jika tingkat kepercayaan kepada politisi makin berkurang maka Golputlah yang menjadi pilihan.

Read More......

Wednesday, June 6, 2007

LEGISLATIF VS EKSEKUTIF

Ketidakhadiran Presiden SBY dalam Sidang Paripurna DPR-RI, Selasa 5 Juni kemarin untuk menjawab interpelasi DPR dalam soal dukungan RI terhadap Resolusi PBB terhadap nuklir Iran tampaknya kembali membuka perang dingin antara lembaga legslatif dan eksekutif.
Interplasi yang dilayangkan DPR terhadap kebijakan pemerintah dalam sikap politik luar negeri kali ini memang adalah hak DPR. Justru mengemuka adalah nuansa politik yang kental dalam menggelindingkan isu interplasi ke kancah politik yang mengakibatkan "ketegangan" politik.
Para politisi di Senayan ini menghendaki presiden dapat hadir langsung guna menjawab hak interplasi DPR. Namun nampaknya Presiden SBY kukuh untuk tidak hadir dan lebih megutus pembantu-pembantu nya untuk hadir dan menjawab interplasi itu di sidang DPR-RI kemarin.
Tentu saja ketidak hadiran presiden ditanggapi miring oleh anggota DPR. Terbukti saat Sidang Paripurna berlangsung "hujan" interupsi yang mempertanyakan ketidak hadiran presiden tiada henti dilontarkan anggota dewan. Sementara para menteri utusan presiden yang hadir mewakili presiden tak diberi kesempatan mengemukakan jawaban presiden atas interpelasi tersebut. Suasana sidang yang memanas akhirnya menyebabkan ditunda nya Sidang Paripurna DPR.
Menanggapi situasi di Senayan, seperti biasannya SBY degan sigap nya menggelar konfrensi pers di Istana pada Selasa sore. SBY sepertinya kekeh untuk tetap tidak hadir dalam Sidang Paripurna Interpelasi nantinnya.
Adu kuat antara legislatif dan eksekutif sepertinya masih akan seru lanjuatan ceritannya. Terkesan interpelasi kali ini berdampak politik yang sangat kuat. Padahal hak interpelasi dan hak jawab inikan sesuatu yang wajar dalam sistem demokrasi kita. DPR mengundang presiden dengan penuh hormat, sebaiknya kehormatan itu dibalas dengan datangnya presiden ke Senayan. Walaupun dalam aturan mainnnya presiden tidak diwajibkan datang, dan boleh mengutus wakil atau pembantunya untuk menjawab interpelasi.
Yang menjadi persoalan adalah kekuatan SBY di parlemen yang sangat tidak signifikan inilah menjadi benang merah memanasnya ketegangan antara legislatif dan yudikatif kali ini. Sebaiknya presiden hadir untuk lebih menunjukan respek kepada dewan karena real politiknya suara kubu SBY di parlemen minoritas. Sementara kalangan politisi Senayan menahan diri untuk membuat manuver politik yang berlebihan menyingkapi situasi ini.
Nampaknya pertarungan gengsi legislatif dan erksekutif belum akan mencair, karena anggota DPR siap menggulirkan interpelasi berikutnya dengan isue lokal. Seperti interpelasi tentang kasus Lapindo atau kasus perjanjian RI dengan Singapura. Kita tunggu saja kelanjutan skenario politik nya. Rakyat hanya mengikuti dan menilai prilaku elite politik. Jika penilaian berbuah positif maka ada kesempatan mereka kita pilih kembali pada hajatan politik di 2009, namun jika penilaian itu minus maka siap- siaplah mereka kita "tendang".

Read More......