Tuesday, July 3, 2007

INSIDEN CAKALELE

Pada 29 Juni 2007 lalu, dalam peringatan Hari Keluarga Nasional ke-14 di lapangan Merdeka Ambon, Jalan Pattimura, Ambon, terjadi sebuah peristiwa langka pertunjukkan tarian perang Cakalele dan pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) oleh sekitar puluhan orang di depan para pejabat negara yang didalamnya hadir Presiden SBY diibaratkan suatu bentuk perlawanan yang terang-terangan dari pendukung RMS kepada Republik Indonesia. Pertunjukan tarian Cakalele dan pengibaran bendera RMS sangat membuat SBY marah yang sekaligus merupakan tamparan bagi aparat keamanan yang terkait saat itu. Para pelaku akhirnya dibekuk polisi dan sampai sekarang masih diperiksa intensiv di Polda Ambon.Tarian telah usai diperagakan namun kelanjutan dari tarian Cakalele masih berbuntut panjang. Saling tuding atas siapa fihak yang patut dipersalahkan dan paling bertanggung jawab dengan lolosnya tarian Cakalele dan pengibaran bendera RMS di hadapan Presiden SBY makin menggelinding. Yang paling ramai berpolemik adalah instasi keamanan yakni antara Polisi, Paspampres, KodamPatimura bahkan BIN juga diseret-seret sebagai salah satu fihak yang bertanggung jawab dan dipersalahkan akan kejadian ini. Para polistisi di Senayan banyak menyuarakan untuk pencopotan aparat terkait sebagai bentuk tanggung jawab atas terjadinya inseden Cakalele seperti Komandan Paspampres, Pangdam Patimura, Kapolda Maluku karena merekalah orang-orang yang dinilai paling bertanggung jawab dilapangan. Beberapa hari terakhir ini "perang" urat saraf nampaknya semakin nyata antara Panglima TNI dengan Kepala BIN buntut dari saling lempar tanggung jawab atas insiden Cakalele.Lupakan tentang polemik karena itu akan memakan energi, benang merahnya adalah lemah nya kordinasi aparat terkait dilapangan. Kembali kepada RMS. Sepak terjang nya kali ini dalam pertunjukan tarian Cakalele memang cukup berhasil untuk mengangkat eksistensi RMS dalam skala nasional bahkan internasional. Reaksi kemarahan Presiden SBY memang adalah target utama sebagai bentuk perlawanan RMS kepada Republik Indonesia. Masyarakat Indonesia sebaiknya jangan terjebak dan larut akan kemarahan. Para pendukung RMS adalah saudara-saudara kita sebangsa setanah air yang mungkin hanya ingin menunjukan sikap protes akan ketidak adilan yang mereka dapatkan dari Republik Indonesia selama ini. Pemerintah sebaiknya juga jangan terjebak untuk bertindak represif lalu sekonyong-konyong menggelar operasi militer, itu hanya akan menambah persoalan yang makin meruncing. Dialog adalah kata yang harus dikedepankan antara pemerintah dasn para pendukung RMS. Ketidak adilan pastinya isue yang diangkat RMS selama ini. Wujudkan keadilan, kesejahteraan, pasti akan membuat para pengikut RMS berpaling dan kembali ke NKRI. Semoga.

1 comment:

Anonymous said...

top!
hmm....tuh bapak2 pemimpin...kalo bisa saia simpulkan yah...belajar dong buat ngerti'in (dan mau berdialog) "bahasa orang yang tertindas"...mungkin dengan cara tersebut mereka membahasakan "ketidakadilan" yang mereka rasakan...dan bukan selalu berarti "mereka memberontak" ato ga tau aturan...
nah kalo pemerintahjuga "tau aturan"...rakyatnya pun otomatis "lebih tau aturan"...
well...
MERDEKA! deh...(hati2 lho...kita2 generasi Indonesia yg skarang ga SEBODOH yang kalian pikirkan..)