Thursday, May 3, 2007

MEMBURU KORUPTOR LEWAT GERBANG EKSTRADISI

Setelah melalui proses perundingan yang ukup panjang, Perjanjian Ekstradisi Indonesia dan Singapura akhirnya ditandatangani, Jumat 27 April lalu di Tampaksiring, Bali.Perjanjian ekstradisi ini disambut positif berbagai fihak karena dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk menjangkau para tersangka pelaku kejahatan ekonomi yang di duga banyak bersembunyi di Singapura.
Memang proses perundingan ini berjalan cukup alot dan mandek semenjak dimulainya lagi pada awal 2005 karena perbedaan kepentingan kedua negara.Kemandekan itu dipacu karena Singapura menghkawatirkan isi perjanjian ini membuat negara ini kurang menarik lagi secara ekonomi.Akhirnya keputusan politik sudah diambil kedua Negara.Perjanjian ekstradisi dengan Singapura merupakan babak baru bagi aparat keadilan untuk memanfaatkan momentum ini untuk memburu para tersangka koruptor dan juga mengembalikan asset-aset koruptor itu ke Indonesia.Yang menarik dari isi perjanjian ini adalah dimasukannya 31 jenis kejahatan atau sedikit lebih rendah dari perjanjian serupa yang dibuat Indonesia dengan Australia pada tahun 1994 yang mencakup 33 jenis kejahatan. Ketentuan dalam ekstradisi ini berlaku surut, dengan menggunakan istilah “retrospektif”15 tahun sehingga para koruptor BLBI yang tersangkanya diduga banyak bersembunyi di Singapura dapat segera diekstradisi ke Indonesia.
Bagi Indonesia perjanjian ekstradisi ini sangat penting artinya,jauh lebih berarti dibandingkan dengan perjanjian ekstradisi dengan negara lain. Singapura selama ini takdapat dipungkiri sebagai negara tujuan pelarian buronan koruptor yang memanfaatkan celah hukum untuk berlindung dari kejaran hukum Indonesia.Selama ini para pelaku kriminal itu sulit disentuh oleh pemerintah Indonesia, karena langsung atau tidak langsung pemerintah Singapura sepertinya memberikan kemudahan bagi koruptor ini hidup di Singapura. Salah satu kemudahan itu adalah dengan menunda-nunda persetujuan perjanjian ekstradisi. Hal ini disinyalir karena para pelaku kriminal yang hijrah ke Singapura membawa aset yang cukup banyak. Dengan telah ditandatangani perjanjian ekstradisi, bukan berati hambatan pemulangan koruptor itu selasai, masih banyak celah hukum yang dapat diterobos akal bulus para koruptor, karena kompleksistas masalah hukum yang berbeda pada kedua negara ini.Kita berharap aparat hukum segera tanggap untuk menambal lubang-lubang hukum yang bisa dimanfaatkan koruptor dari proses ekstradisi. Yang takkalah pentinggnya adalah agar aparat tidak mudah lagi diimingi “sogokan” jika para penjahat koruptor itu telah berhasil dipulangkan ke Indonesia. Karena justru disinilah hal rawan itu terjadi, lagi-lagi uang dalam jumlah besar yang selalu jadi senjata para koruptor untuk melakukan kolaborasi dengan aparat menyelamatkan diri dari hukum di Indonesia. Semoga perjanjian ini takternodai oleh sikap tidak professional aparat terkait.Semoga!!

No comments: