Thursday, April 19, 2007

BERCERMIN DARI TRAGEDI VIRGINIA


Foto by NBC News/Reuters via Yahoo news
Cho Seung-hui: Gambar Cho Seung-hui yang dikirim ke televisi NBC News sebelum melakukan penembakan masal.

Ketika melihat cuplikan beritas tentang Tragedi Virginia di televisi serasa menyaksikan film action ala hollywood.Sejurus kemudian barulah saya tersadar bahwa ini adalah aksi sungguhan, bukan peran yang dikomandoi seorang sutradara film. Adalah Cho Seung –hui (23) mahasiswa asal korea yang sedang menebar terror dan melakukan aksi biadap dengan melakukan tembakan membabi buta kearah kerumunan mahasiswa di Kampus Universitas Virginia Tech, Blacksburg, Virginia, Amerika, Selasa 17 April 2007 lalu, yang menewaskan 33 orang, termasuk Partahi Mamora Holomon Lumbantoruan (34) mahasiswa asal Indonesia. Usai menjalankan kebiadaban ini, Cho kemudian mengakhiri hidupnya dengan menembakan diri sendiri. Tragis dan sadis ungkapan inilah yang pastinya keluar dari banyak mulut orang diseluruh penjuru dunia. Seluruh media di dunia mulai mencari siapakah sebenarnya sosok Cho Seung`- hui. Menurut berita yang tersiar, Cho adalah sosok mahasiswa yang penyendiri dan mengalami masalah kejiwaan. Sementara ini hanya itulah gambaran umum tentang pribadi Cho. Masih gelap motif yang melatarbelakangi aksi Cho. Namun analisa menarik yang dikemukakan Joseph Gashaper, professor sosiologi di Universitas Jhons Hopkins, seperti yang ditulis Media Indonesia (19/4) faktor sesungguhnya dalam kejahatan ini menyangkut perspektif budaya Amerika. Joseph menekankan factor-faktor seperti marginalisasi social, kekerasan media,masalah maskulinitas, dan juga kemudahan dalam akses mendapatkan senjata, merupakan sebagian penyebab yang perlu diteliti lebih lanjut dikutip.gasper setuju dengan penggambaran Cho sebagai seorang yang penyendiri,namun ia menolak jika memandang aksinya itu sebagai tindakan pemuda yang terisolasi. “sangat jelas banyak film dan tayangan TV Amerika, selalu menggaitkan antara kejahatan dan kekerasan.Analisa Profesor Joseph ini sepenuhnya tepat. Factor – factor yang diungkapkan dalam menggambarkan latar belakang mengapa Cho bisa menjadi sebrutal ini hendaknya menjadi catatan penting bagi kita di Indonesia. Jujur saja semua yang diungkapkan Profesor Joseph ada dalam keseharian kita di negeri ini. Televisi sebagai media yang paling dekat dengan kehidupan kita menjadi penyedia content kekerasan lewat tayangan yang diimport ataupun tayangan lokal. Sebenarnya kasus Cho bukan suatu kasus baru, banyak kejadian serupa yang dijumpai di Amerika, ataupun negara lainnya dibelahan bumi. Yang membedakannya adalah motif yang melatar belakangi dan hitungan nominal jumlah korban tewas maupun luka-luka.Potret nyata tentang besarnya pengaruh media yang memuat unsur kekerasan berimbas pada aksi anak yang mempraktikan unsur kekerasan dengan meniru gulat gaya amerika "smackdown", sampai menimbulkan korban tewas akibat smackdown gaya anak.Tragedi Virginia menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk terus memonitor dan meminimalisir segala sesuatu yang berbau kekerasan agar jangan sampai memepengaruhi mental kita dan juga mental anak anak kelak. Jika segala unsur kekerasan masih membumi tinggal menunggu waktu saja Tragedi Virginia akan berulang dan terus berulang.

1 comment:

Anonymous said...

seperti kata kamu banyak kasus seperti ini, kasus ini juga jadi heboh di indo karena salah satu korbannya adalah mahasiswa asal indo...coba kalo gak ada orang indonya..gak akan lah seheboh ini di indo